Pemerintah Israel berkomitmen untuk melakukan segala upaya guna membebaskan warganya yang disandera oleh Hamas di Jalur Gaza. Tel Aviv mengklaim bahwa Hamas tidak memenuhi kebutuhan dasar para sandera. Namun, pernyataan ini berbeda dengan keterangan dua warga Israel yang baru saja dibebaskan oleh Hamas.
Menurut Kementerian Luar Negeri Israel, banyak korban penculikan Hamas membutuhkan bantuan medis dan ditahan tanpa hak-hak dasar mereka, yang melanggar hukum internasional dan membahayakan nyawa mereka. Israel menuntut Komite Palang Merah Internasional (ICRC) untuk mengunjungi orang-orang yang disandera oleh Hamas di Jalur Gaza dan memberikan obat-obatan dan perawatan medis kepada mereka.
Israel telah menjanjikan imbalan uang kepada penduduk Gaza jika mereka memberikan informasi mengenai warga Israel dan warga asing yang sedang disandera oleh Hamas. Pesan ini disebarkan melalui selebaran yang dijatuhkan oleh pesawat Israel ke wilayah Gaza. Selebaran tersebut juga mencantumkan nomor telepon dan rincian layanan pesan seperti Telegram, WhatsApp, dan Signal yang dapat digunakan oleh warga Gaza untuk menghubungi otoritas Israel.
Hingga saat ini, Hamas telah membebaskan empat sandera. Dua di antaranya adalah Judith (59 tahun) dan Natali Raanan (17 tahun), ibu dan anak yang memiliki kewarganegaraan AS. Sementara itu, Hamas juga telah membebaskan Yocheved Lifshitz (85 tahun) dan Nurit Cooper (79 tahun), yang kemudian diserahkan kepada petugas ICRC di Jalur Gaza. Lifshitz mengungkapkan bahwa dia dan sandera lainnya diperlakukan dengan baik oleh Hamas dan kebutuhan mereka terpenuhi.
Saat ini, Hamas diperkirakan masih menyandera lebih dari 220 orang, termasuk warga Israel, warga Israel dengan kewarganegaraan ganda, dan warga asing. Mereka diculik oleh Hamas saat anggota mereka melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023.