Aktivis hak asasi manusia Israel menerima ancaman pembunuhan karena menentang serangan di Gaza. Sebagian besar warga Israel mendukung serangan tersebut, namun ada sejumlah kecil yang menentang perang tersebut, di antaranya Alon Ysan Cohen. Dia menyatakan bahwa hatinya hancur melihat penderitaan dan pembunuhan di Gaza yang telah merenggut lebih dari 20.000 warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan. Cohen sering membagikan pandangannya di media sosial, namun menerima ancaman pembunuhan dan penghinaan atas pandangannya.
Meskipun banyak menerima ancaman, Cohen tetap bersikeras akan menyuarakan dukungannya terhadap warga Palestina di Gaza. Dia menyatakan bahwa dialog dan negosiasi merupakan satu-satunya solusi untuk menghentikan perang, karena perang hanya akan menimbulkan penderitaan bagi kedua belah pihak, serta menimbulkan kebencian dan kekerasan.
Selain Cohen, ada pula aktivis lainnya yang menentang perang, seperti Jonathan Gabinovic, yang juga menghadapi tekanan masyarakat atas pendiriannya. Baginya, kekerasan oleh tentara Israel tidak hanya terjadi di Gaza, tapi juga di Tepi Barat, di mana temannya kehilangan anaknya dalam insiden penembakan oleh pasukan Israel. Gabinovic merasa bahwa situasi saat ini menjadi periode yang paling menantang dalam hidupnya, dan merasa muak dengan tindakan negaranya atas nama demokrasi. Ia menyatakan bahwa kekerasan dan pembunuhan atas nama demokrasi adalah sesuatu yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Keduanya meyakini bahwa warga Israel perlu mencari solusi bersama yang adil dan setara, serta berhenti membunuh anak-anak atas nama demokrasi.