Hamas Merespons Teori Tentang Penyanderaan Perempuan

by -158 Views

WASHINGTON – Juru Bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Matthew Miller melempar teori tentang mengapa Hamas belum membebaskan seluruh sandera perempuan Israel. Menurutnya, hal itu dilakukan karena Hamas cemas para perempuan itu akan menceritakan pengalaman mereka ketika disandera.

“Fakta bahwa mereka (Hamas) terus menyandera perempuan, fakta bahwa mereka terus menyandera anak-anak, fakta bahwa hal tersebut tampaknya merupakan salah satu alasan mereka tidak ingin menyerahkan perempuan karena mereka telah menyandera, dan alasannya jeda (kemanusiaan) ini menjadi berantakan, karena mereka tidak ingin perempuan-perempuan tersebut dapat berbicara tentang apa yang terjadi pada mereka selama mereka berada dalam tahanan,” kata Miller pada Senin (4/12/2023), dikutip laman Times of Israel.

Miller tak menjelaskan lebih eksplisit maksud dari pernyataannya tersebut. Namun dia mengatakan, AS tak meragukan tentang laporan adanya dugaan kekerasan seksual yang dilakukan anggota Hamas terhadap perempuan Israel. “Sangat sedikit yang bisa saya sampaikan selain Hamas dalam hal perlakuannya terhadap warga sipil dan khususnya perlakuannya terhadap perempuan,” ucapnya.

Sementara itu, akhir pekan lalu, anggota Politbiro Hamas, Osman Hamdan, mengungkapkan, Hamas sudah membebaskan semua perempuan warga sipil Israel yang ditawan ketika kelompok tersebut melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023. Hamdan menyebut, saat ini perempuan Israel yang masih disandera adalah tentara.

“Mereka semua adalah tentara perempuan yang ditangkap dari lokasi militer,” katanya kepada awak media di Beirut, Lebanon, Ahad (3/12/2023).

Namun Israel tak mempercayai keterangan Hamas. Hamdan mengatakan, Israel meyakini bahwa Hamas masih menahan perempuan sipil Israel sebagai sandera. Menurut Hamdan, metode dan mekanisme pertukaran sandera tentara berbeda dengan warga sipil.

Pada 2011, Hamas pernah membebaskan seorang tentara Israel bernama Gilad Shalit yang telah ditawan selama lima tahun. Sebagai gantinya, Israel membebaskan lebih dari 1.000 tahanan Palestina dari penjara.

Pada 24 November hingga 1 Desember 2023 lalu, Israel dan Hamas sempat memberlakukan gencatan senjata kemanusiaan. Selama periode tersebut, kedua belah pihak melakukan pertukaran pembebasan tahanan dan sandera. Ketika melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu, Hamas dilaporkan menculik lebih dari 240 orang, kemudian membawa mereka ke Gaza. Mereka terdiri dari warga Israel, warga Israel berkewarganegaraan ganda, dan warga asing.

Sepanjang gencatan senjata selama sepekan, Hamas membebaskan 70 warga Israel dan 24 warga asing dari penyanderaan. Mayoritas warga asing yang dibebaskan berasal dari Thailand. Sementara Israel membebaskan 210 tahanan Palestina.

sumber : AP
Sumber: Republika