DI hadapan parlemen Turki pekan ini, Presiden Recep Tayyip Erdogan mengeluarkan pernyataan sangat keras tentang Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Presiden Erdogan dengan sangat emosi mengatakan Netanyahu adalah “penjagal Gaza”, dan sengaja menyebarkan antisemitisme di seluruh dunia.
Tak cuma ini, Presiden Erdogan jugalah pemimpin dunia pertama yang secara lantang mengatakan bahwa ia akan menyeret Netanyahu sebagai penjahat perang ke Mahkamah Internasional.
Mungkinkah itu terjadi?
Sangat mungkin. Dan memang bisa terjadi!
Mengutip tulisan Pengamat Hukum Internasional Gulardi Nurbintoro di Kumparan edisi 20 Februari 2019, “4 Hal yang Wajib Diketahui tentang Mahkamah Internasional”, dijelaskan disitu bahwa Mahkamah Internasional berdiri sejak tahun 1945 sebagai salah satu dari enam organ utama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Piagam PBB kemudian menegaskan bahwa setiap Negara Anggota PBB secara ipso facto merupakan Anggota Mahkamah Internasional.
Masih mengutip tulisan Pengamat Hukum Internasional Gulardi Nurbintoro, selain mengacu pada Piagam PBB, tugas dan fungsi Mahkamah Internasional juga diatur dalam Statuta Mahkamah Internasional. Dalam Statuta ini, yakni Pasal 34, tertulis ketentuan bahwa hanya negara yang bisa menjadi pihak dalam suatu perkara di Mahkamah Internasional.
Dengan demikian, individu tidak bisa mengajukan gugatan ataupun diadili di Mahkamah Internasional.
Adapun lembaga peradilan internasional yang dapat mengadili individu atas kejahatan internasional seperti agresi, kejahatan perang, genosida, dan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court) yang juga berkedudukan di Belanda, demikian ditulis Pengamat Hukum Internasional Gulardi Nurbintoro.
Jadi, jika Turki berinisiatif mengajukan perkara tentang Kejahatan Perang Israel di Jalur Gaza maka pintu sangat terbuka untuk menggiring Netanyahu di Pengadilan Internasional.
Dengan memilih untuk melanjutkan perang sampai setahun ke depan (sesuai pernyataan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant), Netanyahu lebih memilih bersembunyi di balik berkecamuknya perang.
Suami dari Sara Netanyahu ini diduga memang sangat ketakutan dan tak sanggup menghadapi aksi-aksi demonstrasi yang menuntutnya mundur.