Pejabat pemerintah Thailand mengungkapkan bahwa negara ini sedang berusaha untuk memulangkan 162 warganya yang terjebak di Myanmar. Jumlah pengungsi di Myanmar telah mencapai puluhan ribu orang yang terpaksa mengungsi karena meningkatnya kekerasan akibat perang antara pasukan junta Myanmar dan pemberontak dari etnis minoritas.
Upaya penyelamatan warga Thailand dilakukan setelah tujuh warga Thailand, yang sebagian besar adalah pekerja pertanian, tewas dalam serangan Hamas mendadak di Israel pada 7 Oktober lalu. Selain itu, 16 warga Thailand mengalami luka-luka dan 17 di antaranya ditawan oleh Hamas.
Pertempuran sengit pecah di Negara Bagian Shan, Myanmar utara, minggu lalu, di mana aliansi pasukan etnis minoritas yang berjuang untuk menentukan nasib sendiri melancarkan serangkaian serangan terkoordinasi terhadap posisi junta.
Militer Myanmar yang berkuasa mengakui kehilangan kendali atas beberapa kota di perbatasan, termasuk Chinshwehaw yang berbatasan dengan provinsi Yunnan, Tiongkok. Lebih dari 23.000 orang dilaporkan mengungsi akibat pertempuran ini, dan ribuan orang juga melarikan diri ke Tiongkok.
Kementerian Luar Negeri Tiongkok mendesak semua pihak untuk segera menghentikan pertempuran, menyelesaikan konflik melalui dialog, dan memastikan stabilitas perbatasan.
Sebuah pernyataan bersama dari “aliansi tiga persaudaraan” mengungkapkan bahwa serangan tersebut bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan diktator di Myanmar. Mereka menyebut serangan tersebut ditujukan untuk melawan geng-geng kriminal yang melakukan penipuan telekomunikasi yang dilindungi oleh junta.
Kantor Perdana Menteri Thailand dalam pernyataannya mengatakan bahwa Perdana Menteri Srettha Thavisin memerintahkan kedutaan besar di Myanmar untuk bekerja sama dengan pihak berwenang dalam upaya “membantu 162 warga Thailand” dan menyediakan tempat penampungan di daerah-daerah yang aman. Pemerintah Thailand sedang mencari cara agar semua warganya dapat pulang dengan cepat.
Sementara itu, junta Myanmar belum memberikan tanggapan terhadap permintaan komentar.
Myanmar mengalami kekacauan sejak kudeta militer pada Februari 2021 yang menggulingkan pemerintahan terpilih secara demokratis yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi, penerima Nobel Perdamaian. Kelompok-kelompok pemberontak pro-demokrasi yang baru dibentuk di beberapa daerah bekerja sama dengan gerilyawan etnis minoritas yang telah lama berjuang mendapatkan otonomi yang lebih besar.
Sumber: Republika