Mengapa Armenia Mengecam Israel dengan Mengakui Palestina?

by -71 Views

YEREVAN – Republik Armenia secara resmi mengumumkan pengakuan kedaulatan Negara Palestina pada Jumat. Secara langsung, mereka menentang ancaman Israel yang langsung memanggil duta besar Armenia setelah langkah ini. Apa yang ada di balik tindakan Armenia tersebut?

Pengakuan Armenia menambah jumlah negara yang mengakui Negara Palestina menjadi 149 dari 193 negara anggota Majelis Umum PBB. Dalam pernyataan yang disampaikan pada Jumat, Kementerian Luar Negeri Armenia menyoroti kondisi kemanusiaan yang sangat buruk di Gaza dan konflik yang sedang berlangsung sebagai isu kritis dalam agenda politik internasional yang memerlukan penyelesaian.

Kementerian menekankan upaya Armenia untuk mencapai resolusi damai dan komprehensif terhadap masalah Palestina berdasarkan solusi dua negara sebagai satu-satunya cara untuk mencapai perdamaian dan keamanan. “Berdasarkan hal-hal tersebut dan menegaskan kembali komitmen terhadap hukum internasional dan prinsip-prinsip kesetaraan, kedaulatan, dan hidup berdampingan secara damai antar negara, Republik Armenia mengakui Negara Palestina,” kata pernyataan tersebut.

Israel tidak menunggu lama untuk menunjukkan kemarahan mereka. Kementerian Luar Negeri Israel memanggil duta besar Armenia untuk “teguran keras” setelah pengumuman bahwa mereka akan mengakui negara Palestina.

Pengakuan ini juga menjadi ironi dunia. Armenia, yang pertama kali mengadopsi agama Kristen pada tahun 301 Masehi, kini melawan Israel. Sementara pemerintah Azerbaijan, tetangga mayoritas Muslim mereka, justru mendukung Israel.

Meskipun mayoritas Muslim, pemerintah Azerbaijan yang berakar dalam sejarah Uni Soviet baru-baru ini dituduh membatasi kebebasan Muslim di negara itu. Pada bulan Februari, sejumlah Muslim ditangkap di seluruh negeri. Menurut kelompok pembela hak asasi manusia, lebih dari 500 Muslim telah ditangkap hanya dalam satu setengah tahun terakhir.

Pada Januari 2024, Amerika Serikat mencantumkan Azerbaijan sebagai negara dalam Daftar Pengawasan Khusus karena terlibat atau menoleransi pelanggaran berat terhadap kebebasan beragama. Keputusan ini didasarkan pada rekomendasi laporan tahunan Komisi Kebebasan Beragama Internasional Amerika Serikat pada tahun 2023.

Surat kabar Israel Yedioth Ahronoth melihat bahwa tindakan Armenia mengakui Palestina adalah sinyal balas dendam terkait memanasnya hubungan antara Yerevan dan Tel Aviv baru-baru ini.

Pertama, Armenia dan Azerbaijan terlibat dalam konflik militer terkait wilayah Nagorno-Karabakh. Sementara Israel menjual senjata ke Azerbaijan, yang melakukan serangan tiba-tiba di Nagorno-Karabakh pada September 2023, yang menimbulkan eksodus massal etnis Armenia dari wilayah tersebut, yang oleh pemerintah Armenia disebut sebagai pemurnian etnis.

Surat kabar Israel Haaretz pada 11 April 2024 mempublikasikan artikel yang mengungkap hubungan tingkat tinggi antara Azerbaijan dan Israel. Artikel tersebut ditulis oleh reporter investigasi Gur Megiddo.

Investigasi tersebut mengungkapkan tentang Avigdor Lieberman, pejabat tinggi pemerintah Israel yang sering melakukan perjalanan ke Baku. Kunjungannya lebih banyak dibandingkan politisi Israel lainnya, dan selalu bertemu dengan Presiden Ilham Aliyev dan pemimpin tinggi Azerbaijan lainnya.

Lieberman menjabat dua kali sebagai wakil perdana menteri Israel dan telah menjadi menteri di enam kementerian yang berbeda. Lieberman bukan satu-satunya pejabat Israel yang mengunjungi Azerbaijan. Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz dan Yoav Gallant juga pernah mengunjungi Baku, selain Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada tahun 2016 dan Presiden Isaac Herzog pada tahun 2023.

Megiddo menyatakan bahwa “hubungan Israel-Azerbaijan bergantung pada koalisi minyak, senjata, dan intelijen. Israel membeli minyak dari Azerbaijan (sekitar setengah dari minyak mentah Israel berasal dari Azerbaijan) dan menjual peralatan militer canggih kepada Azerbaijan. Sebagai imbalannya, Azerbaijan memberikan Israel akses ke perbatasan darat dan lautnya untuk menghadapi musuh terbesar Israel, Iran.”