Indonesia Tidak Menandatangani Komunike KTT Perdamaian Ukraina, Ini Penjelasannya

by -100 Views

Jakarta – Indonesia menilai bahwa konflik antara Ukraina dan Rusia seharusnya diselesaikan melalui perjanjian dan negosiasi yang melibatkan semua pihak yang terlibat dalam konflik. Hal ini disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI.

Menurut Juru Bicara II Kemlu RI, Rolliansyah Sumirat, keputusan Indonesia untuk tidak ikut menandatangani komuniké bersama dari konferensi tingkat tinggi (KTT) perdamaian di Ukraina baru-baru ini didasari oleh pandangan bahwa komuniké bersama akan lebih efektif jika disusun secara inklusif dan seimbang.

Indonesia menganggap bahwa penyelesaian konflik antara Ukraina dan Rusia yang dilakukan melalui KTT tersebut harus didasarkan pada prinsip-prinsip inklusif dan seimbang. Konferensi tersebut diikuti oleh lebih dari 90 negara namun Rusia tidak menghadiri acara tersebut.

Meskipun demikian, pelaksanaan KTT perdamaian tersebut sejalan dengan sikap Indonesia bahwa penyelesaian sengketa dan konflik antar negara harus dilakukan melalui jalur diplomasi, seperti perundingan.

Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, telah menunjuk Duta Besar RI untuk Swiss, Ngurah Swajaya, untuk hadir sebagai Utusan Khusus dalam pertemuan tersebut. Kehadiran Utusan Khusus RI mencerminkan komitmen kuat Indonesia terhadap penegakan hukum internasional dan Piagam PBB.

Dalam pertemuan tersebut, Indonesia juga menegaskan pentingnya menegakkan hukum internasional, termasuk hukum kemanusiaan dan Piagam PBB, tidak hanya di Ukraina tetapi juga di Jalur Gaza yang saat ini terus terkena serangan dari Israel.

KTT perdamaian di Ukraina dihadiri oleh lebih dari 90 negara, namun komuniké bersama yang dihasilkan hanya didukung oleh 80 negara dan empat organisasi internasional. Sebanyak 16 negara dan organisasi, termasuk Indonesia, memutuskan untuk abstain dalam komuniké tersebut.

Komuniké bersama tersebut mencakup tiga topik utama yang akan diperjuangkan oleh negara-negara tersebut, yaitu keamanan energi nuklir, ketahanan pangan, dan pembebasan tawanan perang.

Sumber: Antara, Republika.