Sejarah Penting dari Pengakuan Negara Palestina

by -61 Views

OSLO – Menteri Luar Negeri Norwegia Espen Barth Eide mengatakan pengakuan Norwegia terhadap negara Palestina merupakan dukungan yang jelas bagi “kekuatan moderat” di Palestina dan Israel. Norwegia, Spanyol, dan Irlandia resmi mengakui negara Palestina.

“Selama lebih dari 30 tahun, Norwegia telah menjadi negara yang memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Pengakuan Norwegia terhadap Palestina sebagai sebuah negara hari ini merupakan tonggak sejarah dalam hubungan antara Norwegia dan Palestina,” kata Eide dalam pernyataannya seperti dilansir dari Aljazirah, Selasa (28/5/2024).

Sekretaris Jenderal Norwegian People’s Aid, Raymond Johansen, mengatakan dengan semakin banyaknya negara yang mengakui Palestina, diharapkan hal ini akan memberikan tekanan pada Israel untuk duduk bersama dan menegosiasikan solusi.

“Saat ini, proses negosiasi antara pihak yang berseteru masih jauh dari kata jelas, namun pengakuan Norwegia terhadap Palestina merupakan langkah yang positif,” ujar mantan Menteri Luar Negeri Norwegia tersebut.

Johansen menambahkan bahwa Amerika Serikat selalu menjadi sekutu dekat Israel. Jika Washington mengubah kebijakannya dan memberikan tekanan pada Israel, maka proses perdamaian yang hampir mati ini bisa mengalami perubahan.

“Hal itu tidak akan terjadi sebelumnya karena pemerintah Israel masih yakin dengan tindakan mereka. Hingga saat ini, mereka terus melanjutkan kebijakan mereka tanpa hambatan yang berarti,” ujar Johansen.

Hingga saat ini, 11 dari 27 negara anggota Uni Eropa mengakui Palestina. Delapan negara di antaranya sudah mengakui Palestina sejak tahun 1988, sebelum bergabung dengan Uni Eropa.

Pekan ini, Spanyol, Irlandia, dan Norwegia secara resmi mengakui negara Palestina. Pada Ahad (25/5/2024) lalu, serangan roket Israel ke kamp pengungsi di Kota Rafah menewaskan puluhan warga Palestina dan melukai banyak lainnya.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut serangan udara ke kamp pengungsi tersebut sebagai “insiden tragis” dan berjanji akan melakukan investigasi. Namun, pihak militer Israel menyatakan senjata yang mereka gunakan adalah senjata presisi.

Amerika Serikat juga mendesak Israel untuk melakukan penyelidikan internal setelah serangan udara yang mematikan di kamp pengungsi di Rafah. Juru Bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Matthew Miller, menyatakan bahwa tidak ada perubahan dalam kebijakan Amerika Serikat terhadap konflik Israel dan Hamas di Jalur Gaza.