Seorang dokter yang melakukan aksi unjuk rasa (kanan) memegang poster saat melakukan protes terhadap kebijakan pemerintah, di depan Rumah Sakit Universitas Nasional Seoul di Seoul, Korea Selatan, 26 Agustus 2020. Dokter magang yang ikut dalam mogok kerja terbaru menghadapi ancaman tindakan disiplin, seperti penangguhan lisensi medis.
SEOUL — Asosiasi Medis Korea (KMA) yang mewakili sekitar 100 ribu dokter anggota komunitas akan memilih pemimpin baru pada Selasa, (26/3/2024), yang dipastikan akan semakin meningkatkan ketegangan dengan pemerintah.
Pemilihan pemimpin baru asosiasi tersebut berlangsung di tengah aksi mogok kerja yang dilakukan oleh para dokter magang karena pemerintah menambah kuota penerimaan sekolah kedokteran. Kedua kandidat untuk ketua KMA adalah Ketua Asosiasi Pediatri Korea Lim Hyun-taek, dan Ketua Juru Bicara KMA Joo Soo-ho.
Kedua kandidat sangat menentang desakan pemerintah untuk meningkatkan kuota penerimaan. Lim berpendapat bahwa jumlah kursi penerimaan sekolah kedokteran harus dikurangi dan KMA tidak akan melakukan pembicaraan kecuali pemerintah memecat Wakil Menteri Kesehatan Park Min-soo.
Sementara Joo menyatakan bahwa KMA menolak peningkatan kuota penerimaan dan tidak akan bernegosiasi dengan pemerintah. Sikap garis keras KMA berbeda dengan kelompok profesor kedokteran lainnya, yaitu Asosiasi Profesor Medis Korea yang berjanji untuk menjadi mediator antara komunitas dokter dan pemerintah di tengah kebuntuan tersebut.
Lebih dari 90 persen dari 13 ribu calon dokter di negara tersebut telah melakukan pemogokan dalam bentuk pengunduran diri massal sejak 20 Februari untuk memprotes keputusan pemerintah tentang penambahan kuota penerimaan sekolah kedokteran sebanyak 2.000 kursi dari jumlah saat ini 3.058 kursi.
Namun, para profesor kedokteran yang merupakan dokter senior di rumah sakit universitas besar, sekarang juga mulai mengajukan pengunduran diri massal dalam pekan ini, meskipun berjanji untuk tetap bekerja untuk sementara waktu. Pemerintah Korea Selatan berusaha meningkatkan kuota penerimaan pasien untuk mengatasi kekurangan dokter.
Khususnya di daerah pedesaan dan bidang medis penting seperti bedah berisiko tinggi, pediatri, kebidanan, dan pengobatan darurat. Namun, para dokter berpendapat bahwa peningkatan kuota akan membahayakan kualitas pendidikan dan layanan kedokteran serta menciptakan surplus dokter.
Para dokter menyatakan bahwa pemerintah harus mencari cara untuk lebih melindungi mereka dari tuntutan malpraktik dan memberikan kompensasi untuk mendorong lebih banyak dokter praktik di bidang yang dianggap tidak populer.
Sumber: Antara, Yonhap, Republika