Masyarakat Adat dan Ketahanan Pangan: Sinergi yang Kuat

by -86 Views

Topik ketahanan pangan selalu diberitakan mulai dari kepemimpinan Presiden Soekarno hingga ke Presiden Prabowo Subianto. Bahkan Presiden Sukarno pernah mengatakan: “Pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa, apabila kebutuhan pangan rakyat tidak terpenuhi maka malapetaka; oleh karena itu perlu usaha secara besar-besaran, radikal, dan revolusioner.

Ketahanan Pangan memang memiliki dimensi yang rumit. FAO, Badan Pangan Dunia, menjelaskan ketahanan pangan sebagai “keadaan ketika semua orang, kapan saja, memiliki akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi sesuai kebutuhan mereka untuk kehidupan yang aktif dan sehat.”

Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan mendefinisikan ketahanan pangan sebagai “kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.”

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Ketahanan Pangan melibatkan Ketersediaan, Akses, Pemanfaatan, dan Stabilitas.

Andy Utama, pendiri Arista Montana Organic Farm, mengajukan pertanyaan krusial ketika berbicara tentang semangat ketahanan pangan dalam konsep Trisakti. Apakah kita memiliki kemandirian dalam hal pangan? Mampukah kita mandiri dalam hal pangan? Apakah kita memiliki identitas yang kuat terkait dengan budaya pangan, termasuk dalam hal penyediaan dan pengolahan pangan kita?

Mari kita telaah data dari 3 komoditas penting. Konsumsi gandum nasional mencapai 8,6 juta ton, sementara kita tidak bisa menghasilkan gandum di Indonesia. Impor kedelai nasional mencapai 2.162 ton, dan beras sebanyak 2,9 juta ton untuk tahun 2024. Dari data tersebut terlihat jelas bahwa Indonesia tidak dapat disebut sebagai negara agraris. Ketergantungan Indonesia terhadap produsen pangan dari luar negeri sangatlah besar. Indonesia tidak memiliki kedaulatan pangan dan juga tidak memiliki ketahanan pangan.

Pada masa pemerintahan Presiden Suharto, Indonesia berhasil mencapai swasembada pangan pada tahun 1984, namun hanya pada komoditas beras. Hal ini dicapai melalui intensifikasi pertanian dengan pendekatan Revolusi Hijau yang didasarkan pada tiga pilar utama: irigasi teknis, penggunaan pupuk dan pestisida kimia, serta benih padi hibrida. Namun, penggunaan Revolusi Hijau membawa dampak negatif seperti ketergantungan petani pada bahan kimia, kerugian varietas lokal, penurunan kualitas lahan, dan hilangnya kearifan lokal. Dengan situasi ini, kehidupan dari pertanian menjadi sulit bagi petani padi, dan minat generasi muda untuk menjadi petani semakin menurun.

Ketahanan Pangan Berbasis Kearifan Lokal

Pertanyaan yang harus diajukan adalah mengapa nusantara bisa bertahan selama berabad-abad? Bahkan mampu membangun peradaban yang unggul di masa silam. Salah satu jawabannya adalah karena memiliki ketahanan pangan yang terjaga.

Dalam diskusi dengan komunitas Baduy, Andy Utama menyampaikan bahwa banyak teknologi ketahanan pangan dari masyarakat adat Indonesia yang layak untuk dipelajari dan diperluas. Suku Baduy di Jawa Barat menunjukkan ketahanan pangan hingga 100 tahun dengan penyimpanan padi huma di lumbung-lumbung. Mereka telah merawat 15 varietas padi lokal selama berabad-abad. Baduy tidak pernah mengalami kelaparan karena memiliki kedaulatan, kemandirian, dan system pertanian yang berkualitas tinggi. Mereka tidak hanya fokus pada penyediaan pangan, melainkan juga memperhatikan lingkungan dan keberlanjutan alam.

Desa Tenganan Pegringsingan di Bali juga menunjukkan ketahanan pangan dengan menjaga keseimbangan alam. Meskipun memiliki lahan yang terbatas, tapi Desa Tenganan mampu berdikari, tidak mengalami kelaparan, serta menjaga warisan budaya mereka dengan baik.

Banyak contoh peradaban di masyarakat nusantara yang mendukung ketahanan pangan. Dengan melihat dan merekonstruksi prinsip-prinsip dari masyarakat adat, kita bisa membangun model ketahanan pangan yang sesuai dengan kondisi alam dan masyarakat setempat tanpa merusak alam.

Andy Utama berjanji untuk membangun lumbung padi sesuai dengan tradisi Baduy di Arista Montana. Kita harus memulai dari hal-hal kecil yang nyata, mulai dari diri kita sendiri, dan belajar dari kearifan lokal dengan sepenuh hati.

Sumber: Ketahanan Pangan, Trisakti, Dan Kearifan Masyarakat Adat
Sumber: Ketahanan Pangan, Trisakti, Dan Kearifan Masyarakat Adat