JAKARTA — Regulator dan polisi Korea Selatan berjanji untuk memerangi deepfake yang mengeksploitasi secara seksual. Mereka juga mendesak Telegram dan perusahaan media sosial lainnya untuk bekerja sama dalam menindak praktik tersebut.
Mengapa kejahatan seksual deepfake jadi sorotan di Korea Selatan? Baru-baru ini, beberapa media melaporkan bahwa gambar dan video deepfake yang bersifat eksplisit secara seksual dari perempuan Korea Selatan sering ditemukan di ruang obrolan Telegram.
Pada saat yang sama, penggemar K-pop internasional semakin aktif di media sosial, menyerukan tindakan tegas hingga berbagi tips tentang cara mengekspos chatroom semacam itu. Protes tersebut juga menyusul hukuman yang dijatuhkan pada bulan ini terhadap seorang pria atas keterlibatannya dalam kasus pornografi deepfake yang menargetkan mahasiswi di Seoul National University.
Korea Selatan adalah negara yang paling banyak menjadi sasaran pornografi deepfake, dengan penyanyi dan aktrisnya merupakan 53 persen dari individu yang ditampilkan dalam deepfake tersebut. Demikian menurut laporan tahun 2023 tentang deepfake secara global oleh Security Hero, sebuah perusahaan rintisan AS yang berfokus pada perlindungan pencurian identitas.
Polisi Korea Selatan mengatakan jumlah kasus kejahatan seksual deepfake yang mereka tangani sepanjang tahun ini telah melonjak menjadi 297 kasus. Jumlah tersebut dibandingkan dengan 156 kasus sepanjang tahun 2021 ketika data pertama kali dikumpulkan.
Sebagian besar korban dan pelaku adalah remaja, demikian seperti dilansir Reuters, Ahad (1/9/2024).
Korea Selatan juga harus bergulat dengan serangkaian kasus kejahatan seks digital tingkat tinggi dalam beberapa tahun terakhir, mulai dari jaringan pemerasan seks online hingga pornografi spycam.
Apa yang dilakukan otoritas? Tindakan keras terhadap deepfake seksual oleh Korea Selatan bertepatan dengan Pavel Durov, pendiri Telegram yang lahir di Rusia, sedang menjalani penyelidikan resmi di Prancis pekan ini saat otoritas di sana menyelidiki kejahatan terorganisir di aplikasi perpesanan tersebut.
Selain mendesak perusahaan media sosial untuk lebih aktif bekerja sama dalam menghapus dan memblokir konten semacam itu, regulator media Korea Selatan telah meminta pihak berwenang Prancis untuk bekerja sama rutin dalam masalah terkait Telegram dan memfasilitasi komunikasi langsung dengan Telegram.
Selain itu, pemerintah Korea Selatan mengatakan pada Jumat bahwa mereka akan mendorong undang-undang yang lebih ketat untuk menjadikan pembelian atau penayangan deepfake yang eksploitatif secara seksual sebagai tindakan kriminal. Polisi Korea Selatan juga merencanakan dorongan selama tujuh bulan untuk memberantas kejahatan seks digital. Jumlah personel pengawas yang memantau masalah tersebut akan ditingkatkan dan hotline 24 jam untuk para korban akan dibentuk.
Bagaimana tanggapan perusahaan media sosial? Telegram mengatakan dalam sebuah pernyataan kepada Reuters bahwa mereka secara aktif memoderasi konten berbahaya di platformnya, termasuk pornografi ilegal. Sementara itu, YouTube telah mendemonetisasi sebuah saluran dengan lebih dari satu juta subscribers yang dimiliki oleh seorang YouTuber sayap kanan Korea Selatan. YouTube juga menghapus salah satu videonya setelah dia meremehkan masalah kejahatan deepfake dan mengejek perempuan yang menyuarakan kekhawatiran. YouTube menegaskan komitmennya untuk memberantas kejahatan seks digital di platform mereka, dengan mengatakan bahwa mereka akan terus menindak konten yang melanggar kebijakan mereka. Sumber: Republika
Iklan
JAKARTA — Regulator dan polisi Korea Selatan menegaskan komitmen mereka dalam memerangi deepfake yang mengeksploitasi secara seksual. Mereka juga mendesak Telegram dan perusahaan media sosial lainnya untuk bekerja sama dalam menindak praktik tersebut.
Mengapa kejahatan seksual deepfake menjadi sorotan di Korea Selatan? Saat ini, media-media telah melaporkan bahwa gambar dan video deepfake yang bersifat eksplisit secara seksual dari perempuan Korea Selatan sering muncul di ruang obrolan Telegram.
Di sisi lain, penggemar K-pop dari berbagai belahan dunia semakin aktif di media sosial dengan menyerukan tindakan tegas hingga berbagi tips tentang cara mengidentifikasi chatroom semacam itu. Protes tersebut juga muncul setelah seorang pria dijatuhi hukuman atas kasus pornografi deepfake yang menargetkan seorang mahasiswi di Seoul National University.
Menurut laporan tahun 2023 tentang deepfake secara global oleh Security Hero, Korea Selatan adalah negara yang paling banyak menjadi sasaran pornografi deepfake, dengan penyanyi dan aktrisnya menyumbang 53 persen dari individu yang ditampilkan dalam deepfake tersebut.
Polisi Korea Selatan melaporkan bahwa jumlah kasus kejahatan seksual deepfake yang mereka tangani sepanjang tahun ini telah meningkat menjadi 297 kasus. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 156 kasus yang terdata sepanjang tahun 2021.
Banyak dari korban dan pelaku adalah remaja, berdasarkan laporan dari Reuters, Ahad (1/9/2024).
Korea Selatan juga telah menghadapi serangkaian kasus kejahatan seks digital tingkat tinggi dalam beberapa tahun terakhir, termasuk jaringan pemerasan seks online dan pornografi spycam.
Apa tindakan yang telah diambil oleh otoritas? Tindakan keras terhadap deepfake seksual oleh Korea Selatan sejalan dengan kasus Pavel Durov, pendiri Telegram asal Rusia, yang saat ini tengah diselidiki di Prancis terkait kejahatan terorganisir yang terjadi di aplikasi perpesanan tersebut.
Selain mendesak perusahaan media sosial untuk lebih aktif dalam memoderasi dan menghapus konten berbahaya, regulator media Korea Selatan juga telah meminta kerja sama dari otoritas Prancis dalam mengatasi masalah terkait Telegram dan memfasilitasi komunikasi langsung dengan Telegram.
Pemerintah Korea Selatan juga telah menyatakan bahwa mereka akan mendorong undang-undang yang lebih ketat untuk mengkriminalisasikan pembuatan dan penyebaran deepfake yang mengeksploitasi secara seksual. Polisi Korea Selatan juga akan melakukan operasi selama tujuh bulan untuk memberantas kejahatan seks digital dengan peningkatan jumlah personel yang memantau, serta mendirikan hotline 24 jam untuk para korban.
Bagaimana respon dari perusahaan media sosial? Telegram menyatakan dalam sebuah pernyataan kepada Reuters bahwa mereka secara aktif memerangi konten berbahaya di platformnya, termasuk pornografi ilegal. Di sisi lain, YouTube telah menonaktifkan opsi monetisasi untuk saluran seorang YouTuber sayap kanan Korea Selatan yang memiliki lebih dari satu juta pelanggan. YouTube juga telah menghapus salah satu videonya setelah kontroversi tentang isu deepfake dan sindiran terhadap perempuan yang menyuarakan kekhawatiran. YouTube tetap komit untuk memberantas kejahatan seks digital di platformnya dengan menindak tegas konten yang melanggar kebijakan mereka. Sumber: Republika.