Kepemimpinan Jenderal TNI (Purn) Muhammad Yusuf

by -84 Views

Tulisan ini ditulis oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto].

Saya sering mendengar nama Jenderal Muhammad Jusuf sebelum akhirnya bertemu dengannya. Beliau adalah sahabat dari orang tua saya. Keduanya memiliki semangat nasionalis dan berjuang melawan Belanda. Saat orang tua saya menjadi Menteri Perdagangan, beliau menjabat sebagai Menteri Perindustrian. Saya bertemu dengannya saat beliau melakukan inspeksi di Markas Komando Kopassus, Cijantung pada tahun 1978.

Ketika beliau masuk ke barak saya, beliau bertanya, “Prabowo, apa kesulitan yang dihadapi oleh kompimu sekarang?” Saya menjawab, “Panglima, tidak ada air di kompiku.” Waktu itu, Cijantung sedang mengalami kesulitan air. Beliau langsung memerintahkan Asisten Logistik TNI waktu itu untuk membuat pompa air untuk kompi saya.

Pompa air dan menara air tersedia sebulan kemudian. Beliau juga mengunjungi kompi-kompi dan batalyon-batalyon lainnya serta memberikan solusi langsung terhadap keluhan prajurit. Beliau peduli terhadap prajurit, bahkan mengecek rumah tangga dan makanan prajurit. Dari beliau, saya belajar bahwa seorang pemimpin harus turun ke lapangan dan memberikan solusi langsung atas permasalahan yang ada.

Beliau sangat dihormati dan bahkan dicium tangannya oleh anak buahnya. Namun, setelah kunjungan pertama Pak Jusuf, saya mendapat teguran dari banyak senior karena melaporkan adanya kesulitan tersebut. Namun, saya yakin bahwa sebagai komandan, saya harus jujur kepada atasan dan bertanggung jawab pada anak buah.

Saya bertemu lagi dengan beliau di Timor Timur saat operasi pengejaran Presiden Fretilin, Nicolau dos Reis Lobato. Saya memimpin kompi yang diberikan sandi Nanggala 28. Saya salah satu komandan kompi termuda saat itu. Pada akhir Oktober 1978, kami melaksanakan operasi pengejaran di sektor Timur, di bawah pimpinan Kolonel Raja Kami Sembiring Meliala. Setelah itu, kompi saya dipindahkan ke sektor Tengah.

Dalam operasi pengejaran di daerah Laclubar, Fatuberliu, berakhir di sekitar Fahinehan, akhirnya terjadi pertempuran dengan rombongan Lobato. Pasukan Lobato berhasil disergap pada tanggal 31 Desember. Namun Lobato memilih bunuh diri. Mendengar kabar keberhasilan penyergapan pasukan Fretilin dan kematian Lobato, Jenderal Jusuf datang. Beliau memberikan penghargaan kepada pasukan saya yang menyergap.

Saya sangat terkesan dengan sifat sederhana dan rendah hati beliau. Beliau hidup dengan sangat sederhana meskipun pernah menjadi salah satu orang paling berkuasa di Indonesia. Saya terharu saat melihat kondisinya dan berkata pada diri sendiri, “Tidak heran para anak buahnya sangat mencintainya, tidak heran saya sangat mencintainya”.

Dari Jenderal Jusuf, saya belajar bahwa sebagai seorang komandan militer, kita harus tulus dan jujur kepada negara, anak buah, dan terutama kepada diri sendiri. Beliau adalah contoh pemimpin yang tidak ingin menyusahkan mantan bawahannya dengan meminta layanan. Beliau mandiri dan berdiri di atas kedua kakinya sendiri.

Source link