Pada Selasa (26/12/2023), Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan tekad yang luar biasa untuk mengatasi penurunan angka kelahiran di negaranya. Jika tidak ada perkembangan, populasi Korsel diperkirakan akan tersisa setengahnya pada akhir abad ini.
“Waktu mulai menipis. Saya berharap setiap lembaga pemerintah menangani masalah angka kelahiran yang rendah dengan tekad yang luar biasa,” kata Yoon kepada anggota kabinet, seperti dikutip oleh kantor berita Yonhap.
Dia mendesak para pejabat untuk mengatasi masalah penurunan angka kelahiran dengan cara yang berbeda dari sebelumnya. Dia juga meminta solusi yang efektif untuk mengatasi masalah ini, karena Korsel memiliki angka kelahiran terendah di dunia.
Angka kelahiran yang terus turun telah menimbulkan keprihatinan bagi para pengambil kebijakan karena tingkat kesuburan di Korsel telah mencapai level terendah, yakni 0,7, pada kuartal ketiga tahun ini.
Yoon menyebut persaingan ketat di bidang-bidang tertentu seperti pendidikan sebagai salah satu penyebab menurunnya angka kelahiran itu. Rendahnya angka kelahiran mengharuskan negara menangani masalah itu secara lebih serius dan mencari solusi yang berbeda dari sebelumnya.
Korsel telah menggelontorkan 200 miliar dolar AS dalam 16 tahun terakhir untuk mengatasi krisis populasi, tetapi ironisnya, jumlah kelahiran baru justru terus menurun. Forum Ekonomi Dunia memperingatkan bahwa jika tren kelahiran rendah ini terus berlanjut, populasi Korsel diperkirakan akan menyusut separuhnya pada akhir abad ini.
Tingkat kelahiran Korsel terus merosot dengan hanya 249.000 bayi yang lahir pada 2022. Angka itu merupakan rekor terendah dalam tiga tahun berturut-turut, yang memicu penurunan populasi sebesar 4,4 persen dari rekor terendah sebelumnya pada 2021, menurut Statistik Korea.
Data tahun lalu menunjukkan bahwa rata-rata perempuan di negara itu melahirkan anak pertama pada usia 33 tahun, anak kedua pada usia 34,2 tahun, dan anak ketiga pada usia 35,6 tahun.
Berbeda dengan Korsel, Indonesia justru tengah menghadapi bonus demografi dimana jumlah penduduk usia produktif akan lebih besar dari nonproduktif (lansia). Diperkirakan puncak bonus demografi akan terjadi pada 2030-2040.
Sumber: Republika