JENEWA – Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) menyampaikan keprihatinan atas agresi Israel di selatan Jalur Gaza, yang merupakan tempat di mana penduduk sipil mengungsi. UNICEF menyebut, pengeboman di selatan yang sedang terjadi saat ini merupakan yang paling buruk sejak pecahnya perang di Gaza pada 7 Oktober 2023.
“Ini adalah pengeboman perang terburuk saat ini di Gaza selatan. Saya melihat banyak sekali korban anak-anak. Kami memiliki peringatan terakhir untuk menyelamatkan anak-anak; dan hati nurani kolektif kita,” tulis Juru Bicara UNICEF James Elder melalui akun resminya, Ahad (3/12/2023).
Dalam pesan video terpisah, Elder mengatakan dia merasa kehabisan cara untuk menggambarkan ketakutan yang dihadapi anak-anak di Jalur Gaza. “Saya merasa hampir gagal dalam menyampaikan pembunuhan anak-anak yang tak berkesudahan di sini,” katanya.
Saat ini Pasukan Pertahanan Israel (IDF) telah memperluas pertempurannya di Jalur Gaza. Sebelumnya IDF hanya memfokuskan konfrontasi dengan Hamas di wilayah utara Gaza. Oleh karena itu, penduduk sipil diperintahkan untuk mengungsi ke selatan. Namun saat ini IDF melancarkan kampanye serangan udara dan darat ke selatan Gaza.
Pada Ahad kemarin, militer Israel meluncurkan kampanye pengeboman ke seluruh wilayah Gaza. Jet tempur dan artileri Israel juga melancarkan serangan intens ke Khan Younis dan Rafah di wilayah selatan Gaza. Jumlah korban jiwa dan luka di Gaza terus meningkat.
“Selama beberapa jam terakhir, hanya 316 orang tewas dan 664 orang terluka yang berhasil diangkat dari reruntuhan dan dibawa ke rumah sakit, namun masih banyak lainnya yang masih berada di bawah reruntuhan,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan di Gaza Ashraf al-Qudra.
Kementerian Kesehatan Gaza mengungkapkan, hingga Ahad kemarin, jumlah warga Gaza yang tewas akibat serangan Israel sudah mencapai 15.523 jiwa. Sementara korban luka mencapai 41.316 orang. Angka tersebut dihitung sejak dimulainya agresi Israel ke Gaza pada 7 Oktober 2023.
Komisaris Jenderal Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini mengkhawatirkan pertempuran terus berlanjut ke wilayah selatan Jalur Gaza. Dia mengatakan, serangan Israel ke selatan Gaza dapat menyebabkan 1 juta penduduk Gaza yang mengungsi di sana, termasuk 900 ribu orang yang berlindung di gedung-gedung PBB, mencoba menyeberang ke perbatasan Mesir.
“Jalur Gaza sudah dikenal sebagai salah satu tempat paling padat di dunia. Dan sekarang, mayoritas penduduknya pindah ke selatan. Jadi, terdapat konsentrasi populasi yang hampir seluruhnya di separuh wilayah – sebuah wilayah yang tidak dapat mendukung keberadaan seperti itu bahkan karena kekurangan air,” kata Lazzarini.
Dia mengingatkan bahwa lebih dari 1 juta penduduk Gaza diperintahkan mengungsi ke wilayah selatan jika hendak terhindar dari serangan udara. Namun sebagian besar orang terbunuh di wilayah selatan.
Lazzarini juga menekankan bahwa Gaza bukanlah Hamas. “Anda mempunyai organisasi bernama Hamas dan Anda mempunyai populasi, dan populasi ini beragam, dinamis, tidak bisa disamakan dengan Hamas. Ini adalah populasi yang hidup di bawah kekuasaan Hamas selama 17 tahun terakhir. Apakah ini berarti seluruh penduduk – separuhnya adalah anak-anak, separuhnya lahir setelah Hamas berkuasa – harus menanggung akibatnya?” ucapnya.
Sumber: Republika