Kesulitan Hidup Warga Gaza: Dua Potong Roti dan Krisis Air Bersih

by -131 Views

Rata-rata warga Palestina di Gaza saat ini hidup dengan hanya dua potong roti yang terbuat dari tepung yang disediakan oleh PBB di wilayah itu. Namun, kebutuhan utama yang mereka rasakan sekarang adalah kebutuhan akan air bersih.

Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) memperlihatkan dukungannya dengan menyediakan roti kepada sekitar 1,7 juta orang di Gaza melalui 89 toko roti yang tersebar di wilayah tersebut. “Saat ini orang tidak hanya mencari roti, tetapi juga mencari air,” ujar Thomas White, Direktur UNRWA, dilansir oleh AP pada hari Minggu (5/11/2023).

White juga mengakui bahwa ia telah melakukan perjalanan ke seluruh wilayah Gaza dalam beberapa minggu terakhir ini, dan ia melihat tempat tersebut dipenuhi dengan kematian dan kehancuran. Ia menambahkan bahwa tidak ada tempat yang aman di Gaza saat ini dan masyarakat setempat khawatir tentang kehidupan, masa depan, serta kemampuan mereka untuk memberi makan keluarga mereka.

Lynn Hastings, Wakil Koordinator Timur Tengah PBB, mengungkapkan bahwa hanya satu dari tiga jalur pasokan air dari Israel yang masih beroperasi di Gaza. Sebagian besar warga Gaza terpaksa bergantung pada air tanah yang payau atau asin. Hastings juga menyatakan keprihatinannya terhadap masalah tersebut.

Sementara itu, Martin Griffiths, Kepala Kemanusiaan PBB, menjelaskan bahwa saat ini sedang dilakukan negosiasi intensif antara Israel, Mesir, Amerika Serikat, dan PBB mengenai izin pengiriman bahan bakar ke Gaza. Bahan bakar tersebut sangat penting untuk menjaga berfungsinya institusi, rumah sakit, serta distribusi air dan listrik di wilayah tersebut.

Menurut White, kekurangan bahan bakar juga menyebabkan berhentinya operasional generator cadangan yang sangat dibutuhkan untuk menjaga berjalannya rumah sakit, pabrik desalinasi air, fasilitas produksi makanan, dan layanan penting lainnya di Gaza. White juga menyoroti masalah penanganan limbah yang tidak diolah dan dipompa ke laut, serta risiko bencana ketika limbah tersebut mengalir ke jalan-jalan setelah pasokan bahan bakar habis.

White juga menyebutkan tentang penurunan pasokan gas untuk memasak yang dibawa dari Mesir oleh sektor swasta sebelum terjadinya perang di Gaza. Organisasi bantuan seperti UNRWA tidak dapat meniru jaringan distribusi tersebut, sehingga pasokan gas semakin berkurang dan masyarakat Gaza semakin kesulitan untuk memasak.

UNRWA juga telah menyediakan tempat penampungan bagi hampir 600 ribu orang di Gaza, kebanyakan di antaranya adalah sekolah. Namun, mereka telah kehilangan kontak dengan banyak orang di wilayah Gaza utara setelah serangan tak terduga oleh Hamas pada tanggal 7 Oktober. Hal ini menyebabkan banyak pengungsi, termasuk perempuan dan anak-anak, tinggal di sekolah tanpa sumber daya yang memadai untuk menjaga sanitasi yang layak.

White menegaskan bahwa PBB tidak bisa memberikan keamanan kepada mereka, mengingat lebih dari 50 fasilitas UNRWA yang telah terkena dampak konflik, termasuk lima fasilitas yang terkena dampak langsung. Lebih dari itu, Griffiths melaporkan bahwa sejak tanggal 7 Oktober, sebanyak 72 anggota staf UNRWA telah tewas. Jumlah tersebut merupakan jumlah staf PBB tertinggi yang tewas dalam konflik tersebut.

Sumber: Republika