Warga Gaza Berlari Menghindari Fatality, Namun Menemukan Kesudahan

by -179 Views

Israel telah menewaskan lebih dari 3.600 anak Palestina dalam perang yang berlangsung selama 25 hari. Anak-anak yang tidak bersalah itu menjadi korban serangan udara, roket, ledakan, dan runtuhnya bangunan.

Banyak dari anak-anak yang kehilangan nyawa adalah bayi dan balita. Hampir setengah dari total penduduk Gaza yang berjumlah 2,3 juta merupakan anak-anak di bawah usia 18 tahun, dan 40% dari mereka yang meninggal dalam perang. Data Kementerian Kesehatan Gaza yang dirilis menunjukkan bahwa pada tanggal 26 Oktober, sudah ada 2.001 anak berusia 12 tahun ke bawah yang tewas, termasuk 615 anak usia 3 tahun ke bawah.

Adam al-Madhoun, seorang penulis, mengatakan bahwa ketika rumah-rumah hancur, anak-anak terluka oleh reruntuhan yang jatuh. Ia menghibur putrinya yang berusia 4 tahun, Kenzi, yang selamat dari serangan udara namun mengalami luka-luka di lengan kanan dan kaki kirinya.

Save the Children melaporkan bahwa jumlah anak yang terbunuh dalam waktu tiga minggu di Gaza jauh lebih tinggi daripada jumlah anak yang tewas dalam konflik di seluruh dunia selama tiga tahun terakhir. Lebih dari 2.985 anak meninggal dalam dua puluh empat zona perang pada tahun lalu.

James Elder, juru bicara UNICEF, menyatakan bahwa Gaza telah menjadi kuburan bagi ribuan anak. Gambar-gambar dan video anak-anak yang terpapar serangan sering muncul di media sosial. Orang tua yang tidak sudi melepaskan anak yang sudah tak bernyawa mereka peluk dengan erat.

Menjadi orang tua di Gaza adalah sebuah kutukan, kata Ahmed Modawikh, seorang tukang kayu yang kehilangan putrinya yang berusia 8 tahun selama pertempuran lima hari pada bulan Mei. Anak-anak Palestina berkumpul dengan keluarga besar di apartemen atau tempat penampungan yang dikelola PBB saat pesawat tempur Israel menggempur Gaza. Meskipun Israel sudah memerintahkan warga untuk mengungsi ke selatan Gaza, mereka tetap melancarkan serangan di sana. Tidak ada tempat yang aman dari serangan Israel di Gaza.

Yasmine Jouda, yang kehilangan 68 anggota keluarganya dalam serangan udara pada tanggal 22 Oktober, berkata bahwa orang-orang berlari dari kematian hanya untuk menemukan kematian. Satu-satunya survivor, yaitu keponakan perempuan Jouda yang ibunya sedang melahirkan saat serangan terjadi dan menemui ajal di bawah reruntuhan. Kepala bayi kembarnya yang tak bernyawa juga terlihat saat keluar dari jalan lahirnya.

Jouda bertanya-tanya mengapa bayi kecil ini harus hidup tanpa keluarga. Serangan Israel tak memandang bulu. Sumber: Republika.