Netanyahu Diakui sebagai Salah Satu Politisi Kontroversial dalam Sejarah Israel

by -126 Views

MADRID – Mantan Sekretaris Jenderal NATO, Javier Solana, menganggap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sebagai politikus terburuk dalam sejarah Israel.

Hal tersebut disampaikannya kepada penyiar Spanyol, Cadena Ser, pada Senin (30/10/2023). “Saya tidak berpikir sesuatu yang baik akan datang dari ini. Tapi itu bisa membuat Netanyahu menghilang dari politik Israel,” ujar Solana, yang dilansir dari Middle East Monitor, Selasa (31/10/2023).

Tanpa basa-basi, Solana, 81 tahun, juga menegaskan bahwa, terlepas dari dukungan Amerika Serikat terhadap Israel, Presiden Joe Biden tidak menyukai Netanyahu sama sekali, sama seperti siapa pun yang telah terlibat dalam perang ini untuk waktu yang lama.

“Mereka berdua bukan teman, tapi mereka bukan musuh. Biden tidak pernah menerima Netanyahu di Gedung Putih,” tambah mantan diplomat tersebut.

Dia mengatakan Biden telah bekerja keras untuk menekan Netanyahu agar tidak mengulangi kesalahan yang sama yang dilakukan Amerika Serikat di Irak setelah serangan 9/11.

Solana adalah Sekretaris Jenderal NATO dari tahun 1995 hingga 1999, serta Kepala Diplomat Uni Eropa dari tahun 1999 hingga 2009.

Dia lebih lanjut mengatakan, dirinya menghabiskan “banyak waktu di Gaza” selama kariernya, termasuk bernegosiasi untuk Uni Eropa agar dapat mengawasi penyeberangan perbatasan Rafah dari Gaza ke Mesir tetap terbuka. Program tersebut dimulai pada tahun 2005 dan berlangsung selama 19 bulan.

Dia juga menyebut Perjanjian Abraham, yang menormalkan hubungan antara Israel, Uni Emirat Arab, dan Bahrain, sebagai kesalahan besar.

Menurutnya, perjanjian tersebut meruntuhkan gagasan sebelumnya untuk memiliki negara-negara yang mengakui Israel melalui negosiasi damai dengan Palestina.

“Saya pikir, konsep perdamaian untuk pengakuan atau pengakuan untuk perdamaian adalah ide yang sangat indah,” katanya.

Mengacu pada konteks sebelum serangan Hamas, Solana juga mengkritik Netanyahu karena melakukan kampanye yang luar biasa untuk mengubah dirinya menjadi seorang otoritarian melalui reformasi peradilan.

Dalam mempromosikan memoarnya yang terbaru, “Saksi waktu yang tidak pasti”, Solana juga membagikan refleksinya tentang situasi geopolitik yang lebih luas saat ini.

Momen ini ditandai oleh dua karakteristik utama, yaitu pertama, bahwa dunia tidak lagi didominasi oleh kekuatan besar.

Kedua, mayoritas orang di dunia tidak berada di Barat. Di Barat, kami masih percaya bahwa kami memiliki dunia, tetapi jelas, bukan itu masalahnya.

Sumber: middleeastmonitor [Sumber: Republika]