Indonesia Menghadapi Kesulitan DK PBB dalam Mengambil Sikap Tegas Mengenai Gaza, karena Intervensi AS

by -143 Views

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) terbukti tidak dapat menghentikan perang antara Hamas-Israel. Hal ini karena adanya intervensi Amerika Serikat sebagai anggota tetap DK PBB yang menggunakan hak veto untuk menolak resolusi yang menyalahkan Israel.

Perang antara Hamas-Israel yang berlangsung selama lebih dari dua minggu telah menyebabkan hampir 7000 jiwa tewas dan 1,5 juta orang warga Gaza mengungsi.

Wakil Tetap Indonesia untuk PBB, Arrmanatha Nasir, menyatakan bahwa sulit untuk mengambil kebijakan terkait Palestina setelah beberapa resolusi sebelumnya ditolak oleh AS, Inggris, dan Prancis. Belum ada kesepakatan dan resolusi yang disahkan oleh DK PBB terkait Gaza.

Dalam resolusi pertama sebelumnya, beberapa poin penting yang ditekankan adalah serangan bom yang merugikan Palestina dan perubahan situasi yang semakin memburuk di Gaza.

Menurut Arrmanatha, situasi di Gaza sangat sulit bagi DK PBB untuk memberikan bantuan, terutama setelah blokade yang memutus pasokan pangan dan bahan bakar.

Meskipun saat ini banyak negara yang mengutuk Israel dan mendesak untuk menghentikan eskalasi di Gaza, Prancis sebagai anggota tetap DK PBB meminta dewan tersebut mengeluarkan pernyataan bersama yang mengakui legalitas tindakan Israel. Namun, desakan itu gagal karena tidak ada kesepahaman.

Pada 13 Oktober, DK PBB kembali mengadakan pertemuan terbatas dan tertutup, namun hasil draft resolusi kembali ditolak oleh AS.

Brasil sebagai ketua DK PBB mencoba membuka ruang bagi negara-negara non-anggota DK untuk memberikan suara dan masukan terkait solusi perdamaian. Namun, beberapa negara anggota tetap DK PBB menolak usulan ini. Akhirnya, Sekjen PBB memberikan arahan langsung kepada DK PBB untuk menyelesaikan persoalan Gaza dan mencegah konflik meluas ke negara lain.

Rusia juga mengusulkan resolusi, namun usulan ini langsung ditolak oleh AS dan negara-negara Barat. Padahal, banyak negara non-anggota DK PBB, termasuk negara berkembang, Liga Arab, dan negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI), mendukung usulan ini.

Sumber: Republika